Monday 6 February 2017

Islam di Jawa, para Tokoh dan Penyebarannya

Raden Bondan Kejawan (Lembu Peteng)

Bismillah ini kisah lanjutan yang kemaren.

Yang terjadi setelah itu di kerajaan Majapahit adalah Raja Brawijaya jatuh sakit. Ia tidak bisa berjalan. Kelumpuhan telah menderanya dan tidak ada yang dapat menyembuhkannya. Hingga pada suatu hari ada seorang dukun datang dan berkata pada Raja Brawijaya, "Tuan anda tidak akan bisa sembuh dari penyakit anda ini kecuali dengan menikahi seorang wanita yang bernama Wandha Kuning. Wanita ini berasal dari kalangan rakyat jelata yang rendah derajatnya dan sangat jelek". Dari penuturan dukun itu, hati Brawijaya tidak mempunyai keinginan untuk memperistrinya, akan tetapi keinginan untuk sembuh dan lepas dari penyakitnya itulah yang mendorong Brawijaya untuk tetap menikahi Wandha Kuning. Setelah lewat 3 hari dari pernikahannya, penyakit yang diderita oleh Brawijaya mengalami perubahan, dan hanya waktu yang sangat singkat Brawijaya sembuh dari penyakitnya dan kesehatannya seperti sedia kala.

Dari perkawinannya itu, Wandhan Kuning mengandung seorang anak. Saat menginjak usia melahirkan kandungan, Wandhan Kuning pun melahirkan seorang anak laki-laki yang memiliki wajah yang tampan. Brawijaya menamainya dengan sebutan Bondan Kejawan. Pada waktu itu Brawijaya merasa malu kepada para menterinya dan juga kepada orang-orang penting di kerajaan, karena ia memiliki anak yang lahir dari rahim seorang wanita yang derajatnya rendah, hina dan jelek. Maka dari itu Brawijaya memutuskan mengeluarkan Wandhan Kuning beserta anaknya dan menyerahkannya kepada seorang petani yang hidup di desa Karang Jambu. Anak laki-laki Wandhan Kuning tumbuh dewasa dan ia memakai nama panggilan Lembu Peteng. Lembu Peteng hidup dalam keadaan yang buruk dan terhimpit kesusahan hidup karena tidak ada pekerjaan lain yang dapat ia kerjakan kecuali bertani. Ia merasa malu kepada masyarakat sekitar karena ia menjalani hidup sebagai orang yang rendah derajatnya dan jelata. Sedangkan kabar yang mengatakan bahwa ia adalah salah satu dari anak Raja Brawijaya telah tersebar luas di masyarakat. Lembu Peteng pun merasa sedih karena keadaannya itu dan terus memikirkan jalan keluar dari masalah yang ia hadapi ini. Kebingungan merundung hatinya yang terjebak dalam jurang kesusahan. Akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari desanya itu, ia terus berkelana mengelilingi bumi hingga ia sampai di sebuah gunung yang di sebut Kadieng. Kemudian ia menyepi dan menyendiri serta berriyadhoh di gunung itu, mengekang hawa nafsunya dengan sedikit makan dan minum, dan mengurangi tidur. Ia berharap dengan semua itu, kendala segala apa yang ada di pulau jawa ini berada di tangannya dan berada di bawah kekuasaan dan kerajaannya. Lembu Peteng terus menerus menetap di gunung itu dalam waktu yang cukup lama. Hingga sebuah suara tanpa rupa berbisik kepadanya. Suara itu berkata, "Pergilah dari tempat ini ! Dan carilah satu di antara guru-guru (Syaikh) yang hidup di masa ini. Jika kamu telah menemukannya, maka mengabdilah padanya dan taatilah selalu perintahnya". Setelah mendengar suara itu, Lembu Peteng pun meniggalkan tempat menyepinya itu. Ia turun dari puncak gunung dan berkelana menyusuri lembah-lembah gunung, naik ke ketinggian gunung turun hingga kedalaman jurang, dan bersusah melewati medan yang berat. Menjelajahi dari satu tempat ke tempat lain, dari negeri satu ke negeri yang lain, dan dari satu desa ke desa yang lain. Semua dilakukannya tanpa merasakan lezatnya makanan dan minuman serta ia tinggalkan rasa enak (nyenyak) ketika ia beristirahat dan tidur, seraya berharap keluhuran derajat dan kemuliaan diantara manusia.

Lembu Peteng masih meneruskan perjalanannya dan berkelana mengelilingi bumi hingga ia sampai di suatu tempat yang mempunyai seorang pimpinan yang bernama Ki Tarub. Saat bertemu, Ki Tarub bertanya pada Lembu Peteng, "Jika diperbolehkan aku tahu, gerangan hal apakah yang menyebabkan kamu datang ke tempat ini hai anak muda?"
Lembu Peteng menjawab, "Saya datang ke tempat anda untuk menyerahkan diri saya dan segala apa yang saya miliki kepada anda agar saya bisa mengambil berkah dengan mengabdikan diri saya pada anda." Ki Tarub tersenyum mendengar jawaban yang diutarakan oleh Lembu Peteng. Sesaat Ki Tarub mengamati wajah Lembu Peteng, Ia menangkap dari garis muka dan sorot matanya mengatakan bahwa pemuda yang ada di hadapannya merupakan seorang anak raja. Maka dari itu, Ki Tarub mencoba mengorek informasi dengan menanyakan nama pemuda itu, siapa nama orang tuanya, dan dari mana ia berasal. Lembu Peteng menjawab, "Nama saya Lembu Peteng, saya anak dari seorang wanita yang bernama Wandha kuning dari desa Karang Jambu." Dari penuturan Lembu Peteng, Ki Tarub teringat bahwa raja Brawijaya pernah mempunyai istri yang bernama Wandhan Kuning. Dan Ki Tarub juga ingat dengan apa yang terjadi pada Brawijaya dan istrinya tersebut. Dan bahkan Brawijaya membuang istrinya itu serta anaknya hingga akhirnya anak Brawijaya tersebut berhadapan langsung dengan Ki Tarub.
Ki Tarub menerima kedatangan Lembu Peteng dengan penuh kegembiraan. Dikatakan pada Lembu Peteng, "Anakku, kedatanganmu adalah untuk mengabdi kepdaku. Maka lakukanlah dengan kesungguhan, keinginan yang kuat dan apa yang kamu lakukan niatkanlah untuk mendapatkan apa kamu inginkan, yakni kekuasaan dan kehormatan."
Lembu Peteng Menjawab, "Saya dengar dan patuhi perintah anda. memang itulah tujuan dan maksud yang saya inginkan dan juga impian yang selalu saya angan-angankan. Uluran tangan tuan untuk menerima pengabdian saya, sungguh merupakan kebahagiaan yang sangat besar. Saya selalu mengaharap berkah dari doa tuan".

Waktu terus berjalan. Lembu Peteng terus menerus mengabdi kepada Ki Tarub siang dan malam. Dengan terus mengabdi, ia tetap melakukan Riyadloh atau Tirakat. Ki Tarub kagum terhadap ketaatan dan pengabdian Lembu Peteng. dan Ki Tarub pun sangat menyukainya. Hingga suatu saat Ki Tarub memanggil Lembu peteng dan berkata, "Anakku, bersediakah kamu jika aku nikahkan kamu dengan anakku yang bernama Nawang Sih?".
Lembu Peteng menjawab denga penuh kesopanan, "Saya mendengar dan mematuhi perintah tuan dengan senang hati dan dengan segala penghormatan" Begitulah kiranya peristiwa yang di alami oleh Lembu Peteng.

Dari cerita Raden Lembu Peteng (Bondan Kejawan) diatas, dapat kita ambil hikmahnya bahwa seyogyanya generasi muda sekarang memiliki cita-cita yang tinggi dan luhur, dan tidak hanya itu, generasi muda sekarang harus rela meninggalkan kelezatan makanan dan minuman, serta harus bersedia meninggalkan nyenyaknya tidur di atas alas yang empuk (bersedia bersusah payah). Dengan tujuan mencari derajat yang luhur dan bersungguh-sungguh pula dalam mencapainya. Karena upah yang di dapat oleh dedeorang itu berdasarkan jerih payah yang ia lakukan. Begitu pula dengan derjat luhur dapat diperoleh dengan adanya usaha yang keras.
Seperti yang telah di katakan oleh seorang penyair dalam syairnya :

Derajat yang luhur dapat diperoleh dengan keras, Maka barangsiapa yang menginginkan derajat yang luhur, hendaknya ia selalu terjaga di waktu malam.
Jika engkau menginginkan derjat yang luhur akan tetapi pada malam hari selalu dalam keadaan tidur, Maka seperti halnya orang yang menyelam di dasar laut untuk mencari mutiara.
Luhurnya derajat terletak pada cita-cita yang tinggi, Dan luhurnya derajat seseorang terletak pada keterjgaan setiap malam.
Janganlah pernah merasa takut pada kesusahan yang mensera setiap hari, Jika engkau memang berniat untuk mencari keluhuran.
Barangsiapa yang mencari derajat yang luhur tanpa bekerja keras dan bersusah payah, Maka orang itu telah menyianyiakan umurnya untuk mencari sesuatu yang tidak mungkin adanya.

Wallahu A'lam, Hanya Allah yang Maha Mengetahui.

Sumber : Buku Laskar Langit (Kisah Heroik Para Wali di Bumi Jawa)

Saturday 4 February 2017

Islam di Jawa, para Tokoh dan Penyebarannya

Raden Fatah dan Raden Husain

Sebelumnya saya mengetik ini di kutip dari buku yang ada pada gambar di atas langsung saja dan ini cerita lanjutan yang kemaren.

Sementara itu, Raja Budha yang berkuasa di Pulau Jawa saat itu bernama Rangga Wijaya, atau yang lebih dikenal dengan nama Brawijaya. Ia adalah Raja Budha terakhir yang ada di Pulau Jawa. Ia pula adalah Raja Majapahit terakhir yang memerintahkan di kerajaan Majapahit tersebut.

Pada keterangan sebelumnya, diceritakan bahwa Raja Brawijaya menikah dengan anak perempuan dari Raja negeri Campa yang bernama Marta Ningrum. Ia memiliki tiga orang anak. Anak pertamanya adalah perempuan yang bernama Putra Adhi. Ia menjadi istri seorang patih yang bernama Dhaya Ningrat. Putra kedua Brawijaya adalah Raden Lembu Peteng. Ia menjadi penguasa di daerah Madura. dan anak yang terakhir adalah Raden Gugur. Ia tidak membawahi atau menguasai daerah kekuasaan tertentu, akan tetapi ia lebih memilih untuk mengabdi pada ayahnya dan membantunya dalam urusan kerajaan.

Dari istri yang lain, yaitu anak dari Seksa Dhana, Brawijaya mempunyai seorang anak laki-laki bernama Arya Dhamar. Oleh ayahnya, Brawijaya, ia diberi kekuasaan di daerah Palembang dan sekitarnya. Arya Dhamar mempunyai dua orang anak dari perkawinannya dengan seorang istri yang berasal dari daerah Ponorogo, Yaitu Bethara Kathung dan Ki Jaran Panolih. Adapun Bethara Kathung menguasai daerah Ponorogo sedangkan Ki Jaran Panolih menguasai daerah Sumenep dan Sampang yang merupakan bagian dari Pulau Madura.

Kemudian Brawijaya menikah dengan salah satu anak dari Raja China. Kecantikan wanita itu tidak tertandingi dan Brawijaya sangat mencintainya. Saat ia mengandung dan akan melahirkan, Brawijaya memrintahkan anaknya, Arya Dhamar, untuk membawanya ke Palembang dan Brawijaya memberikan istrinya itu kepada Arya Dhamar dan berpesan agar ia tidak menyentuh istrinya sampai ia melahirkan anaknya. Arya Dhamar pun lalu membawanya ke Palembang. Pada saat di Palembang wanita itu melahirkan anaknya pada usia kandungan sebelas bulan. Ia melahirkan seorang anak laki-laki yang sangat tampan, yang ketampanannya terlukiskan dalam sebuah Syair :

Ia bagaikan bulan purnama yang memecah kegelapan malam, yang terbit di kegelapan malam dengan berkilau.
Sebuah sinar yang menyinari seluruh penjuru, sinarnya yang terang membuka pintu Hidayah di atas bumi.

Arya Dhamar memberi anak itu dengan sebutan Raden Fatah. Nama ini sangat cocok dengan anak itu, karena kelak ia adalah seorang yang membuka pintu Da'wah Islam di Pulau Jawa. Setelah kelahiran Raden Fatah, Arya Dhamar kemudian memperistri ibunya (istri Brawijaya dari negeri China). Dengan Arya Dhamar ibu Raden Fatah mengandung seorang anak laki-laki yang sangat tampan pula. keningnya bagaikan bulan sabit pada malam tanggal satu yang menghilangkan setiap cacat dan noda dari anak tersebut. Arya Dhamar menyebut ana itu dengan nama Raden Husain, ketampanannya ana itu terlukis dalam Syair berikut :

Keningnya yang ada di bawah rambutnya, bagaikan bulan sabit diantara kegelapan malam.
Yang memperlihatkan kita pada kedua pelipisnya yang bagaikan purnama yang benderang, dengan parasnya yang tergali dari inti keindahan.

Sumber : Buku Laskar Langit (Kisah Heroik Para Wali di Bumi Jawa)

Thursday 2 February 2017

Islam di Jawa, Para Tokoh dan Penyebarannya

Sayyid Ibrahim Al Asmar (Keturunannya)

Dikisahkan, dan hanya Allah SWT yang maha mengetahui kebenarannya, bahwa Sayyidina Zainal Abidin bin Sayyid Al Husain bin Sayyidah Fathimah binti Rosulullah SAW, lahir baginya seorang anak laki-laki bernama Zainul Adhim. Lahir seorang anak laki-laki baginya bernama Zainal Kubro, Zainal Kubro mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Zainul Hasan, Zainul Hasan mempunyai seorang anak laki-laki bernama Mahmud Al Kubro, Mahmud Al Kubro mempunyai seorang anak laki-laki bernama Jumadil Kubro, Jumadil Kubro mempunyai tiga orang anak yaiku dua laki-laki : Sayyid Maulana Ishaq dan Sayyid Ibrahim Al Asmar. Menurut sebagian orang sebutan yang benar adalah As Samarqandiy. dan seorang anak perempuan bernama Sayyidah Ashfa yang menjadi istri anak dari negeri Rumm, Abdul Majid.

Data yang lain menyebutkan bahwa Sayyid Zainal Abidin mempunyai anak laki-laki bernama Zainul Alam, Zainul Alam mempunyai anak laki-laki bernama Zainul Kubro, Zainal Kubro mempunyai anak laki-laki bernama Juamdil Kubro, Jumadil Kubro mempunyai anak laki-laki bernama Zainul Hasan, Zainul Hasan mempunyai anak laki-laki bernama Syam'un, Syam'un mempunyai anak laki-laki bernama Abdullah, Abdullah mempunyai anak laki-laki bernama Abdurrakhman, Abdurrakhman mempunyai anak laki-laki bernama Alkubro, Alkubro mempunyai anak laki-laki bernama Mahmud, Mahmud mempunyai anak laki-laki bernama Najmuddin Alkubro, Najmuddin Alkubro mempunyai anak laki-laki bernama Ibrahim Asmoro, Ibrahim Asmoro mempunyai anak laki-laki bernama Maulana Ishaq.

Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Sayyid Zainal Abidin mempunyai anak laki-laki Zainul Hikam, Zainul Hikam mempunyai anak laki-laki bernama Zainul Husain, Zainul Husain mempunyai anak laki-laki bernama Zainul Kabir, Zainul Kabir mempunyai anak laki-laki bernama Najmuddin Al Kabir, Najmuddin Al Kabir mempunyai anak laki-laki bernama Syam'un, Syam'un mempunyai anak laki-laki bernama Ustar, Ustar mempunyai anak laki-laki bernama Abdullah, Abdullah mempunyai anak laki-laki bernama Abdurrakhman, Abdurrakhman mempunyai anak laki-laki bernama Mahmud Al Akbar, Mahmud Al Akbar mempunyai anak laki-laki bernama Najmuddin Al Akbar, Najmuddin Al Akbar mempunyai 3 anak, dua laki-laki dan satu perempuan Yaitu : Sayyid Ibrahim Al Asmar, Sayyid Maulana Ishaq dan Sayyidah Ashfa.

Sayyid Ibrahim Al Asmar Di Negeri Campa

Dikisahkan bahwa pada saat Sayyid Ibrahim Al Asmar menginjak usia dewasa, beliau berkelana mengelilingi bumi. Hingga akhirnya beliau sampai di sebuah negeri yang di sebut Campa. Di negeri itu Sayyid Ibrahim Al Asmar bermukim dan menetap sampai beliau menghadap sang Raja Penguasa di negeri tersebut. Pada waktu beliau menghadap Raja Penguasa negeri Campa, Sang Raja bertanya : "Wahai Darwis (pengemis atau sebangsanya). Siapa namamu dan apa keperluanmu menghadapku?"
Sayyid Ibrahim Al Asmar menjawab : "Nama saya Ibrahi. Adapun keperluan saya menghadap tuan adalah untuk menyerukan kepada tuan untuk meninggalkan menyembah berhala dan mengajak tuan untuk menyembah Tuhan yang Maha Berkuasa. Serta mengajak tuan untuk masuk ke agama yang lebih condrong pada kebenaran dan kesucian, yaitu agama Nabi Muhammad SAW, agama Islam. Dan dapat melakukannya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat yang berbunyi : "Asyhadu An Laailaaha Ilallah, Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah".
Raja Campa pun mengikuti ajakan Sayyidina Ibrahim Al Asmar dan mengucapkan dua kalimat syahadat, tidak hanya itu, keluarganya, anak-anaknya, istri-istrinya, kerabat-kerabatnya dan seluruh penduduk negeri itu mengikuti rajanya masuk agama Islam. Sang rajapun memrintahkan untuk menghancurkan semua berhala yang ada dan membangun masjid. Setelah kejadian itu hubungan sang raja dengan Sayyid Ibrahim Al Asmar menjadi lebih dekat, dan sang raja sangat mencintainya.

Sang raja memiliki tiga orang anak, yang pertama adalah Ratu Marta Ningrum yang menjadi istri dari Raja Brawijaya yang beragama budha dan yang menguasai daratan pulau jawa. Kemudian Dewi Candra Wulan, dan Raden Cengkara. Raden Cengkara inilah yang kemudian akan menggantikan kepemimpinan negeri sepeninggal ayahnya. Raja Campa kemudian menikahkan Sayyid Ibrahim Al Asad dengan anaknya, Candra Wulan. Ia sangat mencintai dan taat kepada suaminya, Sayyid Ibrahim Al Asmar. Selain itu Candra Wulan adalah seorang wanita yang taat pada ajaran Allah SWT, mempunyai kecantikan paras yang mengungguli semua wanita, dan juga mempunyai harta yang melimpah. Dari perkawinan itu, Sayyid Ibrahim Al Asmar di anugrahi 3 orang anak yaitu : Raden Raja Pendeta, Sayyid Rahmad, dan Sayyidah Zainab. Ini adalah uraian kisah dari Sayyid Ibrahim Al Asmar.

Sumber : Buku Laskar Langit (Kisah Heroik Para Wali di Bumi Jawa)
www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com