Assalamualaikum Wr.Wb
Syekh Ahmad At-tijany (1150-1230 H, 1737-1815
M) dikenal di dunia Islam melalui ajaran thariqat yang dikembangkannya yakni
Thariqat Tijaniyah. Untuk mengetahui kehidupan Syekh Ahmad At-tijany, Penulis
menelusurinya melalui Kitab-kitab yang memuat kehidupan dan ajaran Syekh Ahmad
At-Tijani terutama kitab-kitab yang di tulis Khalifah Syekh Ahmad At-tijany
diantaranya kitab Jawahir al-Ma`ani (Mutiara-mutiara Ilmu). tulisan Syekh Ali
Harazim.
Dalam kitab-kitab yang menulis kehidupan Syekh
Ahmad al-Tijani, disepakati bahwa Syekh Ahmad At-tijany, dilahirkan pada tahun
1150 H. (1737 M.) di `Ain Madi, sebuah desa di Al-jazair. Mengenai tanggal kelahirannya
sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Secara geneologis Syekh Ahmad At-tijany
memiliki nasab sampai kepada Rasulullah saw. lengkapnya adalah Abu al-Abbas
Ahmad Ibn Muhammad Ibn Mukhtar Ibn Ahmab Ibn Muhammad Ibn Salam Ibn Abi al-Id
Ibn Salim Ibn Ahmad al-`Alawi Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Abbas Ibn Abd Jabbar Ibn
Idris Ibn Ishak Ibn Zainal Abidin Ibn Ahmad Ibn Muhammad al-Nafs al-Zakiyyah
Ibn Abdullah al-Kamil Ibn Hasan al-Musana Ibn Hasan al-Sibti Ibn Ali Ibn Abi
Thalib, dari Sayyidah Fatimah al-Zahra putri Rasuluullah saw.
Dan dari keturunan ibunya adalah seorang wanita
Sholihah Sayyidah Aisyah binti Sayyid Al Jalil Abi Abdullah bin Sanusi At
Tijany Al Madhowi, Al Madhowi bernisbat pada desa Ain Al Maadi sebuah desa yang
terkenal di Gurun Sahara Timur di Negara Maghrib.
Keluarga Syekh Ahmad At-tijany adalah keluarga
yang dibentuk dengan tradisi taat beragama. Dikatakan, bahwa ayah Syekh Ahmad
At-tijany adalah seorang ulama yang disiplin menjalankan ajaran agama. Ketika
Syekh Ahmad At-tijany memasuki usia balig dinikahkan oleh ayahnya. Sejak usia
berapa tahun beliau menikah? Dalam kitab-kitab yang menulis riwayat hidup Syekh
Ahmad At-tijany tidak dijelaskan. Namun apabila dihubungkan dengan tahun
meninggal kedua orang tuanya, mereka meninggal berturut-turut pada tahun yang
sama yakni tahun 1166 H. Diduga beliau nikah antara usia 15-16 tahun, sebab
beliau lahir pada tahun 1150 H. Dari hasil pernikahannya beliau mempunyai dua
orang putra yakni Muhammad al-Habib dan Muhammad al-Kabir yang kelak secara
berturut-turut memimpin zawiyah (pesantren Sufi yang beliau dirikan). Mengenai
tempat meninggalnya, dalam kitab-kitab yang menulis Syekh Ahmad At-tijany,
disepakati bahwa beliau wafat di kota Fez Maroko. Hal ini bisa dimengerti
karena sebagaimana akan dilihat nanti, di kota ini Syekh Ahmad At-tijany
mempunyai kesempatan untuk mengembangkan ajarannya dengan dukungan penguasa.
Dengan demikian tidak ada alasan bagi beliau untuk meninggalkan Maroko.
Sebagaimana tempat wafatnya, tahun wafatnya pun disepakati, yakni beliau wafat
pada tahun 1230 H. dengan demikian beliau wafat dalam usia 80 tahun, karena
beliau lahir pada tahun 1150 H. Demikian juga mengenai hari dan tanggal
wafatnya, disepakati bahwa beliau wafat pada hari Kamis, tanggal 17 Syawal dan
dimakamkan di kota Fez Maroko.
·
Landasan dan Rumusan
tasawuf Syekh Ahmad At-tijany
Dasar-dasar tasawuf Syekh Ahmad At-tijany di
bangun di atas landasan dua corak tasawuf, yakni tasawuf amali dan tasawuf
falsafi. Dengan kata lain, Syekh Ahmad At-tijany menggabungkan dua corak
tasawuf, dimaksud dalam ajaran thariqatnya. Pengkajian menyangkut tasawuf falsafi,
bukan sesuatu hal yang sederhana, sebab pengkajian ini sudah masuk dalam
wilayah pemikiran dan kaum thariqat, terlebih ummat Islam pada umumnya yang
mempunyai kemauan dan kemampuan untuk memasuki wilayah ini sangat terbatas.
Keterbatasn ini, ditunjukan dalam sejarah pekembangan pemikiran Islam khusunya
bidang tasawuf, banyak ummat Islam, menilai, bahwa tasawuf falsafi dianggap
sebagai pemikiran yang menyimpang dari ajaran syari’at Islam.
Dasar-dasar tasawuf falsafi yang dikembangkan
Syekh Ahmad At-tijany adalah tentang maqam Nabi Muhammad saw., sebagai
al-Haqiqat al-Muhammadiyyah dan rumusan wali Khatam. Dua hal ini telah dibahas
oleh sufi-sufi filusuf, seperti al-Jilli, ibn al-Farid dan ibn Arabi. Tentang
pemikiran sufi-sufi ini, Syekh Ahmad At-tijany mengembangkan dalam amalan
shalawat wirid thariqatnya, yakni : shalawat fatih dan shalawat jauhrat
al-Kamal. Konsep dasar haqiqat al-Muhammadiyyah ini disamping kontroversial, ia
juga complicated. Atas dasar ini, tidaklah mengherankan apabila Syekh Ahmad
At-tijany memberikan “aba-aba” kepada setiap orang, termasuk muridnya yang
ingin memasuki secara lebih jauh tentang diri dan thariqatnya.
·
Masa Kehidupan nya
kedua orang tuanya meninggal pada hari yang
bersamaan, karena penyakit tho-un/lepra yang mewabah. Yaitu ketika Syeikh Ahmad
berumur 16 tahun. Dalam usia yang relatif muda, Syeikh telah menunjukkan
kelebihannya dan keluasan ilmunya. Dunia ilmu pendididikan terus dijalaninya.
Sejak kedua orang tuanya meninggal, Syeikh tetap aktif dalam membaca ilmu,
mengajar, menulis dan memberi fatwa.
Pada tahun 1171 Syeikh mulai memasuki dunia
sufi. Dalam salah satu fatwanya Syeikh Ahmad bin Muhammad At-Tijani berkata:
“Dalam nash syara’ hanya diterangkan kewajiban tiap orang untuk memenuhi
beberapa hak Alloh secara penuh, lahir dan batin. Tanpa adanya alasan apa pun.
Tidak ada alasan apa pun untuknya dari hawa nafsu dan kelemahannya. Dalam
syara’ hanya mewajibkan hal tersebut dan mengharamkan lainnya. Karena adanya
siksa. Tidak ada kewajiban mencari guru selain guru ta’lim yang mengajarkan
tata cara perkara syara’ yang dituntut untuk dilaksanakan seorang hamba. Baik
berupa perintah yang harus dikerjakan dan larangan yang harus ditinggalkan.
Tiap orang bodoh harus mencari guru ini. Tidak ada keluasan atau alasan
meninggalkannya. Ada pun guru-guru lainnya setelah guru ta’lim tidak ada
kewajiban mencarinya menurut syara’. Akan tetapi wajib mencarinya dari sisi
nadhar. Seperti halnya orang yang sakit dan kehilangan kesehatannya. Apabila
dia keluar untuk mencari kesembuhannya, maka mencarinya adalah wajib. Kami
katakan wajib mencari dokter yang ahli dalam mendiagnosa penyakit, asalnya,
obatnya, cara memperolehnya.
Jawaban Syeikh ini memberikan kejelasan dalam
masalah pencarian guru. Karena sebagian ulama telah mengatakan bahwa
meninggalkan pencarian terhadap guru tarbiyah dianggap maksiat.
Dari sini dapat diketahui bahwa masuknya Syeikh
dalam dunia sufi tidak dikarenakan mengikuti kebanyakan manusia yang dilakukan
zaman sekarang. Mereka memasuki sebuah jalan tujuan, tanpa adanya pertimbangan
berdasarkan pengetahuan tentang sesuatu yang sedang mereka masuki. Mereka
memasuki jalan tidak lebih karena anggapan sebagian orang yang menilainya
dengan keindahan luarnya belaka. Syeikh memasuki dunia sufi berdasarkan
pemikiran dan pengetahuan pada sesuatu yang dikehendakinya dan memantapkannya.
Sebagai bukti seorang murid (pencari kebenaran) yang shadiq. Murid yang
mengetahui keagungan Rububiyah dan hak-hak Ilahiyah. Mengetahui bagian yang ada
dalam dirinya, berupa kelemahan, kemalasan, menyukai kenikmatan, dan
meninggalkan amal shaleh. Di mana jika keadaan itu terus ada dalam dirinya akan
menyebabkannya tidak dapat memperoleh puncak tujuan dunia-akhirat. Itu pun
dilakukan setelah menguasai cabanng-cabang ilmu. Pengetahuannya membawa dirinya
untuk segera kembali dengan tekad, semangat dan kemantapan; mencari seorang
yang dapat membuka belenggu syahwatnya dan menunjukkannya kepada jalan untuk
sampai ke hadapan Robnya.Syeikh Ahmad bin Muhammad At-Tijani berkata: “Ini
adalah ciri murid shadiq (pencari kebenaran sejati). Adapun lainnya hanya murid
thalib atau pencari biasa. Terkadang dia dapat mendapatkan hasil. Terkadang
tidak mendapatkan apa-apa.” Oleh karenanya sebagian ulama mengatakan bahwa
setiap orang yang awalnya kokoh, maka akhirnya akan sempurna.
Menginjak usia 21 tahun Syeikh melakukan
berbagai kunjungan ke beberapa daerah di Fas. Melakukan banyak diskusi dengan
beberapa ahli kebaikan, agama, rehabilitasi jiwa, dan penemu kebahagian hakiki.
Lawatan itu mengantarkannya ke Gunung Zabib dan bertemu dengan seorang wali
kasyaf yang memberikan isyarat agar kembali ke negeri atau daerahnya, yaitu Ain
Madhi. Wali tersebut memeberitahukan akhir kedudukan yang akan dicapainya.
Tanpa harus menetap di daerah lain. Kemudian Syeikh segera kembali ke daerahya.
Orang yang paling banyak mewarnai corak kehidupan Syeikh adalah Sayid Abdul
Qadir bin Muhammad. Seorang kutub yang tinggal di ‘negeri putih’ (Baladul
Abyadh) Shahara Dzar. Daerah ini agaknya tidak jauh di Ain Madhi. Karena di
sela-sela pengabdiannya, Syeikh sering pulang ke rumahnya. Syeikh menetap di
Zawiyahnya 5 tahun untuk menuntut ilmu, mengajar dan beribadah. Selanjutnya
Syeikh tetap tinggal di Ain Madhi sesuai dengan petunjuk wali kasyaf di Gunung
Zabib.
Di antara beberapa guru yang ditemui Syeikh
dalam perjalanan ke Fas dan sekitarnya adalah wali kutub yang terkenal, Maulana
Ahmad As-Shaqali Al-Idrisiyah, salah seorang ternama dalam Thariqat Khalwatiyah
di Fas. Dalam pertemuannya ini As-shaqali tidak banyak melakukan pembahasan.
Syeikh pun tidak mengambil apa pun darinya. Kemudian Syeikh bertemu dengan
Sayid Muhammad bin Hasan Al-Wanjali. Salah seorang wali kasyf di sekitar Gunung
Zabib. Ketika bertemu, sebelum mengucapkan apa pun, Al-Wanjali berkata kepada
Syeikh Ahmad At-tijany:
“Dirimu pasti akan menemukan kedudukan
al-quthbul kabir Maulana Abil Hasan.”
Agaknya Al-Wanjali merupakan salah seorang
tokoh dari Thariqat Syadziliyah. Karena isyarat yang diberikan olehnya
menunjukkan bahwa Syeikh akan mencapai kedudukan Abil Hasan Asy-Syadzili.
Menurut Al-Wanjali perjalanan yang telah ditempuh oleh Syeikh dari daerahnya
(Ain Madhi) sampai ke Fas Al-Idrisiyah dan beberapa daerah Maghribi lainnya
untuk mencari seseorang yang dapat mengantarkannya kepada Makrifat Billah
adalah bukti kehendaknya untuk mencapai keinginan tersebut. Al-Wanjali banyak
menyingkap rahasia yang tersimpan dalam diri Syeikh dan memberitahukan
kedudukan yang akan diperolehnya. Meskipun tidak mengambil wirid dari
Al-Wanjali, akan tetapi penyingkapan yang telah disampaikannya memiliki andil
dalam memperkuat cita-cita Syeikh. Sehingga akhirnya semua itu menjadi
kenyataan. Al-Wanjali meninggal sekitar tahun 1185 H.
Wali Kutub lain yang ditemui Syeikh adalah
Maulana At-Thayib bin Muhammad bin Abdillah bin Ibrahim Al-Yamlahi. Sejarah
hidup keluarganya sangat terkenal dan banyak ditulis oleh para pengikutnya
sebagai orang besar di Fas. Legenda keluarganya secara beberapa generasi telah
memperoleh kedudukan kutub. Maulana At-Thayib mewarisi kekhilafahan para
pendahulunya dalam memberikan petunjuk kepada manusia di jalan Alloh dan
kesempurnaan makrifatnya. Ia menjadi khalifah menggantikan saudaranya Maulana
At-Tihami yang menggantikan Sayid Muhammad yang menggantikan Maulana Abdulloh.
Diceritakan bahwa Maulana Abdulloh (w. th. 1089 H.), kakek At-Thayib adalah
orang pertama yang menetap di Wazin. Agaknya keluarga At-Thayib secara
turun-temurun memegang Thariqat Jazuliyah. Hal ini terbukti bahwa kakeknya
telah berkhidmah kepada Ahmad bin Ali Ash-Sharsori, salah seorang tokoh
Thariqat
Jazuliyah.Ciri pokok tarekat ini adalah dengan
memperbanyak shalawat. Ayah At-Thoyib, Sayid Muhammad yang juga mencapai
kedudukan kutub mengatakan: “Seseorang tidak akan memperoleh derajat tertinggi,
melainkan dengan banyak membaca shalawat kepada Nabi SAW.” Sayid Muhammad
meninggal pada Malam Jum’at, tanggal 29 Muharam 1120 H.
Dalam pertemuannya dengan Ath-Thayib Syeikh
mengambil wirid darinya. Bahkan dalam ijazahnya, At-Thayib telah memberikan
izin kepada Syeikh untuk memberikan talkin pada orang yang hendak mengambil
wiridnya. Akan tetapi Syeikh menolak hak talkin tersebut karena pada saat itu
masih mempunyai cita-cita sendiri dan belum berminat untuk memegang salah satu
jenisnya. Di sini Syeikh menunjukkan ketinggian cita-citanya berdasarkan asal
fitrahnya. Di samping itu Syeikh belum mengetahui akhir kedudukannya pada waktu
tersebut. At-Thayib adalah salah satu guru yang diakui oleh Syeikh pada awal
perjalannya. Beliau wafat pada Hari Ahad, Bulan Rabiuts Tsani, tahun 1181 H.
Selanjutnya, Syeikh bertemu dengan Sayid
Abdulloh bin Al-Arabi bin Ahmad bin Muhammad bin Abdulloh Al-Andalusi di Fas.
Thariqatnya bercorak Isyrak (konsep cahaya). Pertemuan ini banyak
memperbincangkan beberapa masalah. Meskipun tidak mengambil sesuatu darinya,
Al-Arabi memberikan doa yang sangat berarti dalam perjalanan Syeikh
selanjutnya. Al-Arabi mendoakan kebaikan dunia dan akhirat dan pada akhir
perjumpaannya berkata:
“Alloh akan menuntun tanganmu (menolongmu).
“Alloh akan menuntun tanganmu (menolongmu). “Alloh akan menuntun
tanganmu(menolongmu).”
Al-Arabi wafat pada tahun 1188 H. Syeikh juga
pernah mengambil Thariqat Qadiriyahnya Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani di Fas
dari seseorang yang mempunyai izin untuk mentalkinkannya. Hanya saja kemudian
ditinggalkan.
Thariqat lainnya yang pernah diambil oleh
Syeikh adalah Thariqat Nashiriyah dari Sayid Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah
An-Nazani. Tidak berapa lama thariqat ini pun ditinggalkan. Kemudian Thariqat
Sayid Muhammad Al-Habib bin Muhammad, seorang kutub yang masyhur dengan
Al-Ghamari As-sijlimasi Ash-Shadiqi (w. th. 1165 H.) melalui orang yang telah
mendapatkan izin. Thariqat ini pun ditinggalkan.
Selanjutnya Syeikh mengambil ijazah dari Tokoh
Malamatiyah, Sayid Abul Abbas Ahmad Ath-Thawas di Tazah. Ath-Thawas mengajarkan
salah satu isim (nama ilahi) kepadanya dan berkata:
“Tetaplah khalwat, menyendiri dan dzikir.
Sabarlah, sehingga Alloh memberikan futuh kepadamu. Sesungguhnya dirimu akan
memperoleh kedudukan yang agung.”
Perkataan At-Thawas agaknya tidak ditanggapi
oleh Syeikh Ahmad Tijani, sehingga ia mengulangi perkataannya:
“Tetapkanlah dzikir ini dan abadikan, tanpa
harus kholwah dan meyendiri. Maka Alloh akan memberikan futuh kepadamu atas
keadaan tersebut.”
Perkataan At-Thawas yang kedua ini tidak banyak
dikutip. Justeru perkataan pertama yang banyak ditulis. Padahal perkataan yang
kedualah yang menunjukkan pokok dasar pemikiran Syeikh At-Tijani yang kemudian
menjadi ciri utama Thariqatnya. Di samping itu, Ath-Thawas juga memberikan
isyarat dari kedudukan yang akan diperoleh Syeikh. Beliau melakukan dzikir
tersebut tidak lama, kemudian meninggalkannya. At-Thawas meninggal pada tanggal
18 Jumadil Ula 1204 H di Tazah.
Dalam proses pencarian ini, Syeikh banyak
mengetahui beberapa aliran Thariqat dan mengamalkannya. Meskipun kemudian tidak
diteruskan. Karena adanya Inayah Robbaniyah untuk menolaknya dan tidak
mengambilnya. Kecuali dari Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sebagai kekhasan
seorang yang mempunyai cita-cita tinggi.
Sebagaimana telah diterangkan terdahulu, bahwa
setelah melakukan lawatannya ke Fas, Syeikh menetap di Zawiyahnya Sayid Abdul
Qadir bin Muhammad di Shahara Dzar, tidak jauh dari Ain Madhi. Sebagaimana
petunjuk yang diperoleh sebelumnya. Bahwa futuhnya akan diperoleh di sana.
Syeikh memasuki Tunisia pada tahun 1180 H. Di
daerah Azwawi, Al-Jazair Syeikh menemui seorang guru besar yang arif, Sayid Abu
Abdillah Muhammad bin Abdurrohman Al-Azhari. Syeikh mengambil Thariqat
Khalwatiyah darinya. Al-Azhari meninggal pada permulaan Muharam tahun 1180 H.
Selanjutnya Syeikh menuju ke Tilmisan pada
tahun 1181 dan menetap di sana. Syeikh mengabdikan dirinya dengan ibadah dan
membaca ilmu. Terlebih Ilmu Hadits dan Tafsir. Syeikh terus-menerus melakukan
taqarrub dengan bertawajjuh pada keagungan rububiyah dengan menyatakan
ke-shidiq-an ubudiyahnya. Memberikan kemanfaatan kepada manusia dengan keluasan
ilmunya. Sehingga mulai terlihat kefutuhan yang membuka beberapa hijab yang
menghalangai antara seorang hamba dan Alqudus (Alloh). Syeikh menyatakaan hijab
yang tersingkap adalah 165.000 hijab. Maka batinnya dipenuhi oleh cahaya Tauhid
dan Irfan.
Setelah memperoleh banyak penyingkapan di
Tilmisan Syeikh pergi melaksanakan haji dan ziarah kepada Nabi Muhammad SAW.
Syeikh berangkat dari Tilmisan pada tahun 1186 H.
Dalam perjalanannya Syeikh berhenti di Tunisia
dan menetap di Susah, selama setahun. Syeikh berjumpa dan bersahabat baik
dengan seorang wali yang terkenal, Sayid Abdus Shamad Ar-Rahawi, salah seorang
dari 4 murid wali kutub negeri tersebut. Wali kutub itu sendiri tidak dapat
ditemui oleh siapa pun, kecuali seorang di antara 4 orang muridnya. Pertemuan
tersebut hanya dilakukan pada malam hari, khususnya Malam Jum’at dan Senin. Hal
itu disebabkan untuk menutupi kedudukannya. Syeikh meminta supaya Sayid Abdus
Shamad berkenan mempertemukan dan mengenalkannya. Yang pada akhirnya Beliau pun
dapat berjumpa dengannya.
Thariqat Tijaniyah adalah Thariqat yang
dikembangkan oleh Syeikh Ahmad bin Muhammad. Mengambil dari nama kabilahnya.
Thariqat ini juga masyhur dengan nama Thariqat Al-Muhammadiyah. Thariqat ini
diterima langsung dari Rasululloh SAW dalam keadaan jaga. Bukan dalam keadaan
tidur. Memang sebelum mendapatkan ijazah langsung dari Rasululloh SAW, Syeikh
Ahmad pernah mengambil beberapa jalur Thariqat dari beberapa Syeikh lain.
Seperti Thariqat Khalwatiyah dari Abi Abdillah bin Abdur Rahman Al-Azhari.
Pada usia 46 tahun (tahun 1196 H.), Beliau
dianugerahi berjumpa dengan Rasululloh SAW dalam keadaan Yaqdhah (terjaga). Dan
sejak saat itu Rasululloh SAW selalu mendampinginya dan tidak pernah hilang
dari pandangannya. Keadaan inilah yang disebut dengan Al-Fathul Akbar
(terbukanya tirai yang menghalangi antara seseorang dan Rasululloh). Rasululloh
SAW selalu membimbing Syeikh Ahmad bin Muhammad At-Tijani dan memerintahkan
kepada Syeikh untuk meninggalkan sandaran kepada guru-gurunya. Karena gurunya
sekarang adalah Rasululloh SAW secara langsung. Sehingga Beliau selalu berkata
dengan menyandarkannya kepada Rasululloh SAW. Ketika itu, Rasululloh SAW
mentalkin (mengajarkan) dzikir/wirid berupa Istighfar dan Shalawat.
Masing-masing dibaca 100 kali. Pengajaran dzikir ini disempurnakan oleh
Rasululloh SAW pada tahun 1200 H. dengan tambahan Hailalah 100 kali. Dzikir
inilah yang diperintahkan oleh Rasululloh SAW untuk disebarluaskan dan
diajarkan kepada seluruh umat manusia dan jin. Ketika Syeikh Ahmad bin Muhammad
berusia 50 tahun. Pada Bulan Muharam, tahun 1214 H Syeikh Ahmad bin Muhammad
telah sampai pada martabat Al-Quthub AL-Kamil, Al-Quthbul Al-Jami’ dan
Al-Quthbul Udzhma. Pengukuhan ini dilakukan di Padang Arafah, Makah
Al-Mukaramah.
Pada tahun yang sama, hari ke-18 Bulan Shafar,
Beliau dianugerahi sebagai Al-Khatmu Al-Auliya Al-Maktum (Penutup para wali
yang tersembunyi). Hari inilah yang kemudian diperingati oleh Jamaah, Ikhwan,
dan para muhibbin Thariqat Tijaniyah sebagai Idul Khatmi. Beliau meninggal di
Faz, Maroko, tahun 1230 H. Jawahirul Ma’ani, Sayyid Ali Harazim bin Arabi.
Keterangan lain dari Sayyid Zubair, cucu kelima Syekh Ahmad.
Mizaburrhmah, Sayyid Ubaidah bin Muhammad
As-Shighir, Hal.: 7, As-Syubiyah, Beirut, Lebanon.
Bughyatul Mustafid, Sayid Muhammad Al-Arobi,
Hal.: 107, Maktabah Al-Hajj Abdus Salam bin Muhammad bin Syakron, Maroko. Ibid,
Hal.: 108.
Jawahirul Ma’ani, Sayid Ali Harazim, I: 29,
Khodim Thorikotut Tijaniyah, Th. 1405 H. / 1984.
Bughyatul Mustafid, Sayid Muhammad Al-Arobi,
Hal.: 112, Maktabah Al-Hajj Abdus Salam bin Muhammad bin Syakron, Maroko.
Ibid.
Ibid, Hal.: 111.
Ibid.
Jawahirul Ma’ani, Sayid Ali Harazim, I: 29,
Khodim Thorikotut Tijaniyah, Th. 1405 H. / 1984.
Yang dimaksud Shahra adalah negerinya Syekh
At-Tijani. Sebagimana keterangan dalam Bughyatul Mustafid, Hal.: 118.
Bughyatul Mustafid, Hal.: 120.
Ibid.
Bughyatul Mustafid, Sayid Muhammad Al-Arobi,
Hal.: 114, Maktabah Al-Hajj Abdus Salam bin Muhammad bin Syakran, Maroko
Ibid, Hal.: 117.
Ibid.
Jawahirul Ma’ani, Sayid Ali Harazim, I: 29,
Khodim Thorikotut Tijaniyah, Th. 1405 H. / 1984.
Bughyatul Mustafid, Sayid Muhammad Al-Arobi,
Hal.: 115-116, Maktabah Al-Hajj Abdus Salam bin Muhammad bin Syakran, Maroko.
Ibid, hal.: 116.
Ibid, Hal.: 115. Jawahirul Ma’ani lebih
memperjelas kewafatannya pada hari-hari terakhir Rabiuts Tsani. Sehingga
memungkinkan bahwa Maulana At-Thayib wafat pada hari Ahad terakhir bulan dan
tahun tersebut.
Jawahirul Ma’ani, Sayid Ali Harazim, I: 38,
Khadim Thariqatut Tijaniyah, Th. 1405 H. / 1984.
Ibid, I: 38.
Ibid. keterangan yang sama dapat dilihat di
Bughyatul Mustafid, Hal.: 118.
Bughyatul Mustafid, Hal.: 117-118.
Jawhirul Ma’ani, I: 38.
Ibid.
Sayyidul Auliya Syekh Ahmad At-Tijani, H. A.
Fauzan fathulloh, Hal.: 60-64, Manuskrip.
Mizaburrahmah, Sayyid Ubaidah bin Muhammad
As-Shighir, Hal.: 7, As-Syubiyah, Beirut, Lebanon.
·
Wali-Wali Besar yang
di temui beliau
1. Abu Muhammad Al tayyib bin Muhammad bin
Abdillah.
2. Sayyid Muhammad Al Wanjali di Gunung Zabib
yang mengatakan : Kamu akan mencapai maqamnya As Syadily.
3. Sayyidi Abdullah bin Al Araby bin Ahmad bin
Muhammad Al Andalusi yang mengatakan pada beliau : Allah yang membimbingmu 3x
4. Abu Abbas Ahmad At Thawasy .
5. Abu Abdillah bin Abdirrohman Al Azhary
darinya beliau mendapat talkin thoriqoh Holwatiyah.
6. Sayyid Mahmud Al Kurdi
7. Sayhul Imam Abil Abbas Sayyid Muhammad bin
Abdullah An Hindi, darinya beliau mendapat ilmu, Asrar, hikmah dan cahaya
melalui khodamnya, yang menegaskan bahwa : " Engkau yang mewarisi ilmuku,
Asrorku, wibawaku dan cahayaku.
8. Al Qutbil Kahir As Samman RA, yang
memberitahu bahwa dia adalah Al Quthbul Jami'.
·
Keutamaan dan
Karomah Syekh Akhmad At-tijany
Karomah adalah sesuatu yang keluar
dari adat kebiasaan yang terjadi pada diri seseorang wali Allah SWT, sebagai
kelanjutan dari Mu'jizat para Nabi.
Keutamaan dan Karomah Sayyidi Syeh Ahmad Tijany sangat banyak dan tampak sejak kecil, baik kekeramatan Ma'nawy maupun Hissy (tampak lahiriyah).
Keutamaan dan Karomah Sayyidi Syeh Ahmad Tijany sangat banyak dan tampak sejak kecil, baik kekeramatan Ma'nawy maupun Hissy (tampak lahiriyah).
1. Beliau sangat besar perhatian
dan patuhnya terhadap syari'at Islam lahir dan batin, dalam segala aspeknya ,
dalam segala hal ihwalnya menjiplak / taqlid pada Rasulullah Saw. Jadi tidak
nyeleneh-nyeleneh /berbuat macam-macam yang membuat orang bingung, bahkan
beliau bersabda :" Barang siapa mendengar sesuatu dariku, cocokkanlah
dengan timbangan Syar'i ( Al-Qur'an dan Al Sunnah ), jika cocok ambillah dan
jika tidak buanglah".
2. Bisa melihat dan selalu bersama
Rasulullah Saw. Dan dalam keadaan sadar tidak pernah terhalang dengan beliau
walau sekejab mata dan beliau selalu mendapat bimbingan dari Rasulullah SAW.
Dalam segala hal ihwalnya.
3. Barang siapa bertemu / bermimpi
beliau ( Syeh Ahmad At-Tijany) pada hari Senin dan Jum'at masuk surga tanpa
dihisab dan tanpa disiksa atas jaminan Rasulullah SAW dari Allah SWT.
4. Syekh Ahmad Tijany RA dapat
melakukan Dzikir, menemui tamu dan berfatwa pada umat dan menulis dalam waktu
dan tempat yang sama tanpa merasa sibuk.
5. Beliau menguasai semua ilmu yang
manfaat, sehingga mampu menjawab dan membahas semua masalah yang diajukan
kepadanya dengan mudah dan tepat.
6. Syekh Ahmad At-Tijany adalah
pemegang mahkota kewalian tertinggi yaitu Al Khatmul Auliya' Al Muhammady,
sehingga Rasulullah SAW adalah Al Khatmul Anbiya'. Dari beliau ( Syeh Ahmad At
Tijany RA ) semua wali Allah sejak jaman nabi Adam AS sampai hari kiamat
mendapatkan aliran / masyrab ilmu kewalian, Fuyudlat dan Tajalliat serta
asrar-asrar yang mengalir, dari Rasulullah SAW, baik mereka menyadari atau
tidak. Sebagaimana para Nabi terdahulu, mereka mendapat Masyarb ilmu kenabian
dari Rasulullah SAW. Selaku Khatmul Anbiya' ( lebih jelas silahkan pelajari Ar
Rimah juz 2/17 ) atau risalah kecil " Al Masyarabul Kitmani."
7. Beliau mengetahui "Ismul
A'dzam dan berdzikir dengannnya dan masih banyak lagi.
·
Adapun
Karomah Hissiyah juga sangat banyak antara lain :
1. Ketika beliau dilantik "
Wali Al Quthbaniyatul' Udzma" Muharram 1200 H oleh Rasulullah SAW. rumah
beliau dikota Fas Maroko ( Afrika paling barat/Maghribi) sedangkan pelaksanaan
pelantikannya di Jabal Ar Rahman Padang Arafah.( dapat menempuh jarak/
perjalanan jauh dalam sekejap).
2. Beliau bisa menampakkan diri dan memberikan bimbingan pada murid -muridnya ditempat berbeda yang berjauhan dalam waktu yang sama.
3. Pada bulan Muharram 1279 H (49 tahun setelah beliau wafat) dari kubur beliau keluar susu yang sangat lezat dan banyak sehingga orang berbondong-bondong datang untuk mengambil dan meminumnya, sampai saat ini susu tersebut masih ada tersisa ( di-musium-kan) dan tetap tidak mengalami perubahan / tidak basi.
2. Beliau bisa menampakkan diri dan memberikan bimbingan pada murid -muridnya ditempat berbeda yang berjauhan dalam waktu yang sama.
3. Pada bulan Muharram 1279 H (49 tahun setelah beliau wafat) dari kubur beliau keluar susu yang sangat lezat dan banyak sehingga orang berbondong-bondong datang untuk mengambil dan meminumnya, sampai saat ini susu tersebut masih ada tersisa ( di-musium-kan) dan tetap tidak mengalami perubahan / tidak basi.
4. Rasulullah SAW sangat menyayangi
dan mencintai Syeh Ahmad At-Tijany Ra melebihi cinta seorang ayah pada anaknya.
5. Barang siapa cinta pada Syeh
Ahmad At Tijany Ra tidak akan mati kecuala telah menyandang predikat wali.
6. Barang siapa mencela / mencerca/
menghujat Syeh Ahmat At-Tijany Ra kemudian tidak bertobat ,akan mati kafir (
hal ini jaminan dan peringatan langsung dari Rasulullah SAW).
"Berkata kepadaku Rasullullah
SAW : Ya Ahmad, sesungguhnya barang siapa mencelamu dan tidak bertaubat, tidak
akan mati kecuali dalam kekafiran, walau haji dan berjihad. Saya berkata : Ya
Rasulullah, sesungguhnya Al Arif billah Sayyidi Abdurrahman As Syami mengatakan
bahwa sesungguhnya orang yang haji tidak akan mati su'ul khotimah, berkata :
kepadaku Sayyidul Wujud Rasulullah SAW : ya Ahmad , barang siapa mencelamu dan
tidak bertaubat maka ia akan mati kafir walaupun haji dan berjihad. Ya Ahmad
barang siapa yang berusaha mencelakakanmu akulah yang marah padanya dan tidak
akan dicatat sholatnya serta tidak akan membawa manfaat baginya."( Al
Faidlul rabbani : 2 ).
dan masih banyak lagi
karomah-karomah lain dan mansyur , diantara para sahabat dan murid-muridnya ,
hal tersebut diatas sesuai dengan hadist qudsi :
" Barang siapa menyakiti
waliku kuumumkan perang kepadanya". Siapakah orangnya yang mampu dan
menang jika perang dengan Allah SWT ?
·
Amalan-amalan
Dalam Thoriqoh At Tijany
Auradul Laazimah / wirid wajib , yang harus diamalkan oleh murid / ihwan thoriqoh At
Tijany, diantaranya :
a. Wirid Laazim , yaitu :
- Istighfar 100 X
- Sholawat 100 x ( Al Afdal
sholawat Al Fatih )
- Hailalah (la ilaaha illallah )
100x
Dikerjakan 2x sehari semalam, pagi
dan sore , pagi dimulai setelah selesai waktu sholat subuh sampai waktu ashar
paling lambat sampai maghib. Kalau belum , di qodho' di malam hari. Untuk wirid
sore dimulai selesai sholat Ashar sampai terbit fajar, untuk wirid pagi hari
bisa di takdim yaitu dilakukan malam hari dengan catatan harus selesai sebelum
subuh.
b. Dzikir Wadzifah, yaitu :
- Istighfar 30 x
- Sholawat Fatih 50x ( tidak bisa
diganti yang lain )
- Hailalah ( La ilaaha Illallah )
100x
- Jauharatul Kamal 12 x ( bisa
diganti Al Fatih 20 x )
Dikerjakan 1 x sehari semalam, jika
mampu istiqomah bisa 2 x sehari semalam , waktunya tidak mengikat selesai
sholat ashar s/d waktu ashar besoknya ( al afdol dilakukan ba'dal Magrib).
c. Dzikir Hailallah ( La ilaaha illallah
) 1000x / 1200x/1600x
Dikerjakan satu minggu sekali,
yaitu setiap hari Jum'at setelah sholat ashar. Diutamakan dzikir dengan cara
berjamaah jika tidak ada udzur Syar'i . Caranya berjama'ah dzikir Wadzifah
dulu, dzikir Hailalah, diutamakan lagi agar selesai pas menjelang maghrib.
Mungkin itu saja yang bisa saya
rangkum kurang lebih nya saya minta maaf.
Monggo di koreksi mangke nek ono
sing salah mangke tak beneraken !
Sekian Wassalamualaikum Wr.Wb
Sekian Wassalamualaikum Wr.Wb
0 comments:
Post a Comment